Studi kasus Literasi Digital
Pendampingan Orang Tua pada Anak dalam penggunaan Internet dan Literasi
Digital
Pada zaman yang modern ini,
penggunaan internet dalam kehidupan semakin tinggi. Internet menjadi bagian
yang tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari lingkungan
keluarga, masyarakat, lingkungan kerja, dan sebagainya. Internet yang mulai
hadir sejak tahun 1980-an merupakan jaringan teknologi yang berkembang dengan
cepat (Hill & Sen, 2005:10). Dengan hadirnya internet, manusia dapat
melakukan beragam kegiatan seperti mencari informasi, saling berkabar,
berbelanja, berdiskusi dan lain-lain. Sifat internet yang dua arah memungkinkan
seseorang untuk menjadi produsen dan konsumen sekaligus. Di internet, seseorang
dapat memberikan informasi dan menerima informasi kepada orang lain. Internet
hanya merupakan alat yang dapat memberikan dampak positif dan negative
tergantung cara dan penggunaannya.
Menurut survei yang dilakukan oleh
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII, 2016) menunjukkan bahwa
sebanyak 132,7 juta dari 256,2 juta (51,8%) masyarakat Indonesia menggunakan
internet. Data menunjukkan pada kelompok usia 10-24 tahun pengguna internet
sebesar 18,4%, usia 25-34 tahun sebesar 24,4%, usia 35-44 tahun sebesar 29,2%,
usia 45-54 tahun sebanyak 18%, dan usia 55 tahun keatas sebesar 10%. Jika
dibandingkan dengan data dua tahun sebelumnya menunjukkan adanya kecenderungan
usia pengguna internet semakin lama semakin muda. Dalam kehidupan sehari-hari
pun banyak dijumpai pengguna internet di bawah usia 10 tahun. Di tempat umum
sering ditemukan anak usia 3-10 tahun sibuk dengan gadgetnya masing-masing.
Gadget tersebut biasanya mereka gunakan untuk bermain game atau menonton video
di internet. Saat berhubungan dengan internet, anak-anak lebih mudah
beradaptasi dengan teknologi dibanding dengan orang tua (Harrison &
McTavish, 2016:2). Oleh karena itu Sebagian orang tua justru bangga sebab anak
mereka yang masih muda mampu mengoperasikan gadget. Sehingga para orang tua tidak
segan memberikan gadget kepada anak-anaknya.
Pada tahun 2013, sebuah studi kuantitatif
dilakukan oleh Puspita Adiyani Candra (2013:7-8) terhadap 100 anak berusia 6-12
tahun yang masih sekolah di Surabaya menunjuukan bahwa sebanyak 27 % anak
menggunakan internet sejak umur 8 tahun. Sebanyak 19 % menggunakan internet sejak
7 tahun dan 12 % menggunakan internet sejak umur 6 tahun. Bahkan beberapa anak
mengaku bahwa sudah mengenal internet sejak umur 5 tahun atau bahkan kurang
dari 5 tahun. Secara umum, interaksi anak dengan internet dimulai oleh orang-orang
sekitarnya. Antara lain : orang tuanya (45%), anggota keluarga lain (29%), guru
(11%), dan teman (2%). Anak-anak yang menyatakan belajar secara autodidak
sebanyak (10%) (Candra, 2013:8). Untuk lokasi penggunaan internet secara umum
merujuk pada tiga lokasi utama, yaitu rumah (51%), ruang publik (30,4%), dan
sekolah (18,5) (Candra, 2013:8).
Dari studi tersebut, terdapat temuan
menarik tentang penggunaan internet oleh anak-anak di Indonesia. Pertama,
pengenalan anak dengan teknologi internet tergolong sangat muda. Kedua,
pengenalan anak dengan internet lebih banyak melalui orang tua, dibandingkan
melalui anggota keluarga lain, guru, teman, dan secara autodidak. Ketiga, rumah
merupakan lokasi yang paling sering digunankan anak untuk mengakses internet dibandingkan
dengan lokasi lainnya.
Dengan temuan tersebut, orang tua
harus berpikir apa saja dampak terhadap anak dari penggunaan internet. Sebab internet
dianggap menimbulkan kecanduan yang menyebabkan kurangnya interaksi anak dengan
orang lain. Selain itu, internet terkadang memberikan konten-konten yang memberikan dampak negative kepada anak-anak,
seperti pornografi, perundungan, dan kekerasan. Disisi lain, internet juga memberikan
dampak positif karena digunakan sebagai sarana belajar. Studi yang dilakukan
Christina Davidson (2011) menunjukkan bahwa internet bisa memberikan dampak
positif terhadap anak. Davidson menunjukkan bagaimana internet bisa membantu
anak-anak dalam mencari informasi tentang cicak di google. Informasi yang dicari
oleh anak Bersama orang tua menghasilkan tulisan mengenai cicak. Ini menunjukkan
bahwa agar bisa menggunakan internet dengan positif, anak-anak membutuhkan
bimbingan orang tua dan orang tua dalam melakukan bimbingan dituntut mempunyai
kemahiran teknis dan pengetahuan dalam mengakses informasi maupun hiburan di
internet.
Oleh karena itu, diperlukan
serangkaian pemahaman dan Tindakan dengan menerapkan berbagai literasi media. Literasi
media tidak hanya berkaitan dengan tingginya terpaan media, melainkan juga
berhubungan dengan berkembangnya budaya popular yang membuat anak dan remaja semakin
banyak mengakses media digital. Literasi
digital sendiri bisa dipandang sebagai bagian dari literasi media. Literasi digital
dimaknai bukan hanya sebatas proses anak berinteraksi dengan media digital,
tapi juga bagaimana kontribusi interaksi itu pada beragam aspek tumbuh kembang
anak. Kemampuan literasi digital lebih dari keterampilan teknis mengakses
internet, namun juga kemampuan dalam memfilter beragam informasi dan hiburan
yang disediakan di internet. Sehingga orangtua dituntut untuk mempunya kemampuan
literasi digital yang baik agar mampu mendampingi anak dalam menggunakan
internet dengan baik.
Komentar
Posting Komentar